Kemenpar Klarifikasi Keberatan GIPI Soal Revisi UU Kepariwisataan
KLIKNUSAE.com - Menanggapi siaran pers Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) bertanggal 12 Oktober 2025, Kementerian Pariwisata memberikan klarifikasi.
Khususnya menanggapi atas sejumlah poin keberatan yang disampaikan GIPI tersebut.
Pertama, Kementerian menegaskan bahwa Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan merupakan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, bukan pemerintah.
Proses penyusunannya, menurut Kementerian, dilakukan secara terbuka dengan melibatkan pemerintah dan pelaku industri pariwisata melalui serangkaian konsultasi publik.
Kedua, soal pelibatan asosiasi kepariwisataan, pemerintah memastikan hal itu tetap diakomodasi.
Dalam Bab IV Pasal 8 ayat (2) huruf j, disebutkan peran asosiasi dalam ekosistem kepariwisataan.
Sementara Bab VII Pasal 22 menegaskan hak setiap pelaku usaha untuk membentuk dan menjadi anggota asosiasi.
Artinya, peran asosiasi tetap diakui dalam membangun dan mengembangkan pariwisata nasional.
Ketiga, Kemenparekraf menilai hubungan kemitraan strategis antara pemerintah dan industri masih dapat diatur secara lebih fleksibel.
Yakni, melalui peraturan pelaksana atau mekanisme kerja sama lain yang menyesuaikan kebutuhan sektor pariwisata.
BACA JUGA: Pariwisata Jadi Sektor Unggulan, Novendi Makalam Tekankan Pentingnya Satu Data Nasional
Pembentukan Tourism Board
Keempat, terkait usulan pembentukan Tourism Board, pemerintah menyatakan memahami pentingnya lembaga tersebut.
Namun, hasil konsultasi antara pemerintah dan DPR menyepakati tidak membentuk badan baru. Hal ini karena keberadaan Badan Promosi Pariwisata Indonesia telah diatur dalam undang-undang sebelumnya.
Kelima, mengenai konsep Badan Layanan Umum (BLU) Pariwisata yang diusulkan GIPI. Termasuk pungutan dari wisatawan mancanegara, Kemenparekraf mengutip Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan BLU.
Aturan itu menegaskan bahwa BLU adalah instansi pemerintah yang memberikan pelayanan publik tanpa mengutamakan keuntungan.
BLU memegang prinsip efisiensi dan produktivitas. Ketentuan lebih lanjut juga tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.05/2020.
Keenam, Kementerian membantah klaim GIPI bahwa konsep pungutan wisatawan mancanegara merupakan usulan mereka yang diambil pemerintah.
“Konsep tersebut berasal dari DPR RI,” tegas Kementerian dalam siaran persnya yang diterima Kliknusae.com, Selasa 13 Oktober 2025.
Ketujuh, menjawab kritik GIPI yang menilai pemerintah hanya menikmati devisa dan pajak dari pariwisata tanpa membantu industri, Kemenparekraf menegaskan telah menjalankan sejumlah kebijakan afirmatif.
Di antaranya, insentif PPh 21 DTP bagi pekerja di sektor pariwisata dengan gaji di bawah Rp10 juta. Termasuk, program magang enam bulan bagi lulusan perguruan tinggi. Serta dukungan promosi dan pelatihan kompetensi tenaga kerja pariwisata.
Selain itu, anggaran pemasaran Kemenparekraf juga diarahkan untuk mempromosikan destinasi wisata dan memfasilitasi pelaku industri.
Pemerintah juga mengeluarkan Surat Edaran Menteri Pariwisata Nomor SE/4/HK.01.03/MP/2025 tentang pendaftaran perizinan usaha penyedia akomodasi. Hal ini guna menciptakan iklim usaha yang adil di sektor pariwisata.
“Penjelasan ini kami sampaikan agar publik mendapat gambaran yang utuh dari sisi pemerintah,” tutup pernyataan resmi Kemenparekraf. ***