Majelis Musyawarah Sunda Rumuskan Agenda Besar untuk Jawa Barat, Apa Saja?
KLIKNUSAE.com - Majelis Musyawarah Sunda (MMS) kembali menegaskan posisinya sebagai rumah gagasan bagi para pemikir dan pinisepuh Sunda.
Dalam pertemuan terbarunya, mereka merumuskan empat agenda pembangunan strategis untuk Jawa Barat.
Dokumen rekomendasi itu rencananya akan dikirim langsung kepada Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.
Ketua Badan Pekerja MMS, Andri P. Kantaprawira, memulai dengan sorotan tajam terhadap kebijakan fiskal nasional.
“Pola sentralisasi fiskal masih jauh dari kata adil,” kata Andri dalam keterangan persnya, Senin 17 November 2025.
Jawa Barat dan Banten, dua daerah penyumbang ekonomi terbesar setelah DKI Jakarta dinilai belum mendapatkan porsi keuangan yang sepadan dari pemerintah pusat.
Agenda kedua mengangkat kebudayaan sebagai fondasi utama pembangunan.
“Kebudayaan bukan sekadar ornamen, tetapi identitas dan arah,” ujar Andri.
MMS menuntut agar kebijakan berbasis budaya tak lagi diperlakukan sebagai pelengkap.
Dalam agenda ketiga, MMS memperkenalkan kembali konsep “Sunda Raya”. Wilayah yang mencakup Jawa Barat, Banten, dan Daerah Khusus Jakarta itu dipandang sebagai satu ekoregion dan kawasan ekonomi terpadu.
BACA JUGA: Dedi Mulyadi Sebut Adab Sunda, Fondasi Peradaban Pembangunan Bangsa
Menolak Konsep Aglomerasi
Andri menolak konsep aglomerasi yang digagas pemerintah jika tak melibatkan masyarakat lokal.
“Aglomerasi tanpa konsultasi publik hanya akan melahirkan ketimpangan baru, mengancam ruang hidup, dan merusak lingkungan,” ujarnya.
Agenda keempat menyentuh soal kepemimpinan. MMS mendorong penguatan tata kelola kepemimpinan Sunda melalui pembentukan Sunda Leadership Institute (SLI).
Sebuah, lembaga kaderisasi calon pemimpin berusia 18 hingga 40 tahun.
Sunda, kata Andri, tak boleh hanya menjadi penonton.
“Sudah waktunya Sunda meneguhkan jati dirinya sebagai pilar kebudayaan Nusantara,” katanya.
Sementara itu, dalam musyawarah tersebut hadir sejumlah tokoh Sunda dari berbagai generasi. Diantaranya, Burhanuddin Abdullah, Nu’man Abdul Hakim, Ganjar Kurnia, Etty R.S.
Kemudian hadir juga Indra Perwira, Deni K. Irawan, Ernawan S. Koesoemaatmadja, dan puluhan anggota Panata Nikir serta Panata Gawe MMS.
Selain empat agenda tersebut, MMS juga menyiapkan rekomendasi teknis. Salah satunya, penegasan nomenklatur Dinas Kebudayaan agar berdiri sebagai instansi mandiri dan tidak lagi digabung dengan dinas pariwisata.
“Kami juga mendorong reformasi fiskal nasional dan pembukaan kembali pemekaran daerah. Tentu secara selektif, bagi wilayah yang punya daya dukung fiskal memadai,” ujar Andri.
Pinisepuh MMS, Dindin S. Maolani, menegaskan bahwa MMS merupakan forum pemikiran, bukan organisasi formal.
“Dengan bentuk kami yang cair, MMS menghimpun pemikiran banyak pakar. Rekomendasi akan kami sampaikan dalam skema jangka pendek setahun dan jangka panjang empat tahun ke depan,” katanya.
Sedangkan Ketua Komisi I DPRD Jawa Barat, Rahmat Hidayat Djati, menyebut MMS bukan sekadar wadah diskusi.
Di tengah arus globalisasi dan komersialisasi budaya, MMS, kata dia, menjadi garda penjaga jati diri Sunda.
“Ini bukan hanya tentang pemikiran para tokoh, tetapi ruang untuk merawat moralitas, tradisi, dan arah pembangunan Jawa Barat.”
MMS seperti hendak mengingatkan bahwa di tengah perubahan zaman, Sunda tetap punya suara.
Bukan untuk nostalgia, tetapi untuk kembali berdiri sebagai salah satu pusat peradaban Nusantara. ***
