Demi Etika dan Keteladanan, KDM Sebaiknya Jual Sapi Lagi

Oleh: Adhi M Sasono, Editor in Chief

POLEMIK mengenai uang kadeudeuh bagi Persib Bandung yang menjuarai Liga 1 2024/2025 sejatinya bukan sekadar urusan administrasi. Melainkan menyangkut etika publik dan tanggung jawab moral seorang pemimpin.

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi atau akrab disapa KDM, yang sejak awal menjadi penggerak penghimpunan bonus untuk tim kebanggaan warga Jabar itu, kini dihadapkan pada kenyataan yang pahit.

Uang yang dihimpun dari aparat sipil negara (ASN) Pemprov Jabar menuai penolakan dan keresahan.

Tak bisa dimungkiri, niat Dedi Mulyadi mulia. Ia bahkan telah mengeluarkan Rp1 miliar dari kantong pribadi, dengan Rp200 juta di antaranya berasal dari hasil penjualan sapi miliknya.

Namun, ketika niat baik itu dieksekusi melalui tangan birokrasi—dalam hal ini Sekretaris Daerah Herman Suryatman—yang kemudian mengoordinasi pengumpulan dana “sukarela” dari para ASN, titik masalah pun muncul.

Meski Dedi menggarisbawahi bahwa sumbangan tersebut bersifat pribadi, bukan dari APBD, dan harus berasal dari tunjangan pejabat masing-masing, fakta bahwa uang tersebut dikumpulkan secara struktural oleh Sekda menimbulkan kesan seolah ada tekanan sistemik, meski tidak eksplisit.

Wajar jika muncul resistensi. Apalagi, uang sebesar Rp400 juta yang sudah terkumpul itu akhirnya ditolak oleh Persib sendiri, melalui tokoh sentralnya, Umuh Muchtar.

Umuh, tak ingin klub tercinta terseret polemik administratif ataupun etik birokrasi.

Kini, sorotan publik bukan lagi soal nominal uang, melainkan kredibilitas dan konsistensi moral.

KDM, sosok yang selama ini dikenal lantang soal etika, keberpihakan pada rakyat kecil. Dan ketegasan sikap terhadap segala bentuk pencitraan kosong, kini berada di posisi untuk membuktikan bahwa ucap dan tindakannya berjalan beriringan.

Untuk itu, sebagai bentuk tanggung jawab moral dan teladan kepemimpinan, KDM sebaiknya kembali menutup kebutuhan bonus bagi Persib dengan dana pribadinya.

Bahkan, bila perlu, menjual lagi sapi-sapinya seperti sebelumnya. Tindakan ini akan membungkam segala keraguan.

Sekaligus,  meneguhkan posisinya sebagai pemimpin yang tak hanya tahu caranya berbicara, tetapi juga berani mengambil beban sendiri saat sebuah niat baik tak berjalan sesuai rencana.

Dengan menutup kekurangan dana dari kocek pribadi, Dedi akan menyelamatkan marwah ASN yang kini terombang-ambing dalam dilema moral.

Ia juga akan memperlihatkan bahwa seorang pemimpin sejati tak menggantungkan pengorbanan kepada anak buahnya. Terlebih dalam urusan yang sejatinya bisa ia tanggung sendiri.

Dalam dunia yang penuh simbol dan makna, tindakan menjual sapi bukan lagi sekadar transaksi ekonomi.

Ia akan menjadi simbol ketulusan, kejujuran, dan keberanian moral.

Sebuah pesan kuat bahwa jabatan bukan alasan untuk menyandarkan niat baik kepada sistem. Tetapi panggilan untuk memikul beban secara pribadi, demi kepercayaan publik yang lebih besar. ***

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya

E-Magazine Nusae