Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia, Apindo, Hariyadi B. Sukamdani saat menyampaikan pemaparannya di acara 2nd International Conference on Family Business and Entrepreneurship kolaborasi Bisnis Indonesia dengan President University, Rabu (2/5/2018). Foto:Dok

"Salah satunya dengan  menerapkan teknologi dan aplikasi digital sedini mungkin, seperti e-platforms untuk sarana sharing praktik-praktik kerja terbaik," demikian disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia, Apindo, Hariyadi B. Sukamdani dalam acara 2nd International Conference on Family Business and Entrepreneurship kolaborasi Bisnis Indonesia dengan President University, Rabu (2/5/2018).

Dijelaskan Hariyadi bahwa  era dirupsi telah membawa tantangan besar bagi perkembangan pariwisata Indonesia terutama sejak hadirnya Airbnb.

Airbnb merupakan perusahaan aplikasi dari San Francisco dengan wilayah operasional di 191 negara, 34.000 kota dengan 4 juta host.

Airbnb dinilai tidak pernah membuka data statistik tentang jumlah persediaan, tingkat hunian, harga jual per wilayah, kewajiban pajak.

Menurut Hariyadi, sampai saat ini market capitalization jaringan hotel papan atas seperti Hilton adalah US$23,6 miliar, JW Marriott US$18,0 miliar, dan Host US$12,7 miliar nilainya ternyata lebih rendah dari market cap Airbnb yang mencapai US$31,0 miliar.

2nd International Conference on Family Business and Entrepreneurship kolaborasi Bisnis Indonesia dengan President University, Rabu (2/5/2018),banyak membahas tentang digitalisasi. Foto:Dok

Menurut Hariyadi, ada beberapa hal yang perlu dilakukan perusahaan di Indonesia.

Pertama, membenahi lingkungan bisnis seperti membuat perusahaan menjadi lebih fleksibel dan regulasi yang lebih efektif, serta menjadikan data sebagai panduan.

Kedua, peningkatan keterampilan. Ini bisa dilakukan lewat membangun kerja sama yang lebih erat antara dunia pendidikan dan korporasi, kemudian merancang keterampilan-keterampilan apa saja yang dibutuhkan pada masa mendatang.

Ketiga adalah pentingnya melakukan inovasi. Perusahaan perlu menerapkan teknologi dan aplikasi digital sedini mungkin. Di antaranya, dengan menerapkan e-platforms untuk sarana sharing praktik-praktik kerja terbaik.

"Pengalaman seperti itu, antara lain seperti Harian Bisnis Indonesia, harian ini secara inovatif mengembangkan berbagai produk dan layanan yang lebih komprehensif. Jadi, tak lagi hanya media cetak tradisional, seperti pada masa lalu," ujarnya.

Chancellor of Kardan University Afghanistan Roeen Rahmani,saat memberikan presentasi pada 2nd International Conference on Family Business and Entrepreneurship, Rabu (2/5/2018). Foto:BI

Dia memisalkan perusahaan besar dengan ikan besar dan perusahaan kecil dengan ikan kecil. Jika dulu, ikan besar memangsa ikan kecil, di era disrupsi saat ini malah sebaliknya. Ikan-ikan kecil berkumpul dan memangsa ikan besar.

Hal itu pula yang terjadi pada Uber Taxi yang dulu hanyalah perusahaan kecil. Uber kemudian mengembangkan aplikasi untuk mempertemukan para pemilik kendaraan dengan mereka yang membutuhkan layanan angkutan.

Uber, seperti juga Alibaba atau Airbnb dan berbagai aplikasi lainnya, adalah ikan-ikan kecil. Lawan mereka adalah perusahaan-perusahaan taksi mapan, perusahaan-perusahaan ritel raksasa atau jaringan hotel papan atas.

"Siapa sangka kini Uber Taxi, Alibaba atau Airbnb justru memangsa perusahaan-perusahaan mapan tersebut," ujarnya.

(adh/BI)