Pembatalan Hotel Capai 45 Persen Akibat PPKM, Tamu Takut Ditolak Masuk

YOGYAKARTA, Kliknusae.com  - Pengelola akomodasi (perhotelan) di Yogyakarta saat ini sedang menghadapi masa yang sulit.

Harapan sektor pariwisata segera pulih seakan kembali menjauh, menyusul kebijakan penerapan masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat ( PPKM), 11-25 Januari 2021.

Terbukti, kebijakan untuk memutus mata rantai penularan Covid-19 ini langsung menekan tingkat hunian kamar (okupansi) hotel.

"Iya benar, jumlah pembatalan reservasi hotel selama masa  PPKM yang dimulai 11 Januari lalu mencapai angka 45 persen," kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI)  DIY Deddy Pranowo Ernowo saat dihubungi Kliknusae.com, Jumat (15/01/2021).

Disampaikan Deddy, pembatalan reservasi di beberapa hotel mulai muncul ketika ada isu PSBB sekitar 2 Januari 2021. Angkanya terus naik  setelah pemerintah mengumumkan kebijakan PPKM.

Pada libur Natal dan Tahun Baru 2021 okupansi hotel,lanjut Deddy, sempat merangkak naik di rata-rata 18,5 % se-DIY. Bahkan ada beberapa hotel yang mencapai 40-60 %.

"Tapi sekarang,  rata-rata okupansi hotel di seluruh wilayah DIY hanya mencapai angka 15 persen. Banyak yang membatalan, dibanding melakukan reschedule," tambahnya.

Diungkapkan Deddy, banyak pembatalan tamu karena mereka takut dari daerahnya tidak bisa keluar dan begitu sampai tujuan juga  tidak diterima.

"Kami terus memonitor data okupansi, bisa jadi pembatalan reservasi masih akan terus berlanjut atau sebaliknya, tergantung policy-policy yang akan dikeluarkan pemerintah," jawab  Deddy rencana akan disiapkan menghadapi PPKM ini.

Namun, jika PPKM diperpanjang dari yang awalnya hanya berlaku hingga 25 Januari 2021, maka bisa jadi jumlah okupansi bisa terus menurun, termasuk juga jumlah pembatalan reservasi hotel.

"Kami tidak ingin berspekulasi. Namun kalau masih ada kebijakan yang sama, potensi turun masih cukup besar. Apalagi seperti PPKM ini kan  kebijakan yang mendadak. Kalau diperpanjang PPKM ini, habislah napas kita yang sudah tersenggal-senggal sejak lama," katanya.

Deddy meminta pemerintah tidak lagi menetapkan kebijakan yang cenderung tiba-tiba atau secara mendadak.

"Adanya kebijakan baru itu menjadikan masyarakat enggan untuk berwisata. Kita berharap pemerintah tidak mengambil kebijakan yang mendadak. Kita butuh hidup, kita menghidupi karyawan yang cukup banyak lho mas," papar Deddy.

Bagi PHRI Cabang DIY sendiri menjadi sulit untuk melakukan strategi karena  setiap kali pihaknya merencanakan strategi baru yang sudah dipersiapkan dengan matang, seringkali muncul kebijakan baru dari pemerintah yang pada akhirnya mengganggu jalannya strategi tersebut.

"Contoh Desember kemarin. Tiga bulan sebelum itu strategi kita sudah kita rancang. Tapi tiba-tiba ya sudah selesai saja karena kebijakan yang mendadak. Kita bingung perencanaannya apa lagi," ujarnya.

Namun demikian, selama kebijakan pemerintah dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19, pihaknya tetap akan terus mendukung.

Sejak awal, sektor pariwisata, termasuk hotel sedang mengalah agar sektor kesehatan bisa kembali membaik. Nantinya, ia berharap sektor kesehatan dan ekonomi bisa kembali berjalan beriringan.

Hanya saja, harus menjadi pemikiran bersama bagaimana kondisi ini tidak berlangsung lama dan riida perekonomian bisa tetap berputar. (adh)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya